EFESIENSI DAN EFEKTIVITAS
SALURAN IRIGASI
Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan di bidang pertanian menjadi prioritas utama. Karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. UU No.7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa perwujudan ketahanan pangan merupakan kewajiban pemerintah bersama masyarakat (Partowijoto, 2003). Berbagai cara dapat dilakukan dalam rangka pembangunan di bidang pertanian untuk dapat meningkatkan produksi pangan adalah dengan ekstensifikasi yaitu usaha peningkatan produksi pangan dengan meluaskan areal tanam, dan intensifikasi yaitu usaha peningkatan produksi pangan dengan cara-cara yang intensif pada lahan yang sudah ada, antara lain dengan penggunaan bibit unggul, pemberian pupuk yang tepat serta pemberian air irigasi yang efektif dan efisien.
Pengembangan pertanian dengan cara ekstensifikasi masih memungkinkan untuk kondisi di luar pulau Jawa. Namun tidak demikian untuk kondisi di pulau Jawa. Mengingat sudah sangat terbatas areal sawah ditambah kepadatan penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat sehingga perlu membuka lahan baru untuk pemukiman. Kondisi demikian menuntut pengembangan pertanian lebih menitikberatkan dengan cara intensifikasi pertanian.
Pembangunan saluran irigasi untuk menunjang penyediaan bahan pangan nasional angat iperlukan, sehingga ketersediaan air di lahan akan terpenuhi walaupun lahan ersebut berada jauh dari sumber air permukaan (sungai). Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif dan ekonomis (Sudjarwadi, 1990). Kontribusi prasarana dan sarana irigasi terhadap ketahanan pangan selama ini cukup besar yaitu sebanyak 84 persen produksi beras nasional bersumber dari daerah irigasi (Hasan, 2005).
Irigasi merupakan salah satu faktor penting dalarn produksi bahan pangan. Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka
meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya
adalah :
• siklus hidrologi (iklim, air atmosferik, air permukaan, air bawah permukaan)
• kondisi fisik dan kimiawi lahan (topografi, infrastruktur, sifat fisik dan kimiawi lahan)
• kondisi biologis tanaman
• aktivitas manusia (teknologi, sosial, budaya, ekonomi)
Pada efektifitas dan efesiensi saluran irigasi perlu diperhatikan bagaimana bentuk medan atau topografi daerah yang akan di beri irigasi. Seperti daerah yang di bilang luas dan datar kita cukup membuat saluran irigasi permukaan dengan mengalirkan air pada alur-alur tanaman dari tempat yang lebih tinggi kemudian mengalir secara gravitasi ke tempat yang lebih rendah. Syarat yang harus di penuhi dalam penerapan cara ini adalah kemiringan lahan seragam dan tidak lebih dai 3 % serta laju infiltrasi pada kisaran agak rendah sampai agak tinggi.
1. Efesiensi irigasi
Secara kuantitatif efesiensi irigasi suatu jaringan irigasi sangat diketahui dan merupakan parameter yang susah diukur. Akan tetapi sangat penting dan di asumsikan untuk menambah 40 % sampai 100 % terhadap keperluan air irigasi di bendung.
Kehilangan air irigasi pada tanaman padi berhubungan dengan :
1. Kehilangan air di saluran primer, sekunder dan tersier melalui rembesaan,evavorasi dan pengambilan air tanpa izin, dan lain – lain.
2. kehilangan akibat pengoperasian termasuk pengambilan air yang berlebihan.
Efisiensi pemakaian air adalah perbandingan antara jumlah air sebenarnya yang dibutuhkan tanaman untuk evapotranspirasi dengan jumlah air sampai pada sesuatu intlet jalur. Untuk mendapatkan gambaran efesiensi irigasai secara menyeluruh diperlukan gambaran secara menyeluruh dari gabungan saluran irigasi dan drainase mulai dari bendung : saluran irigasi primer, sekunder, tersier dan kuarter ; petak tersier dan jaringan irigasi / drainase dalam petak tersier.
Pada pemberian air terhadap efesiensi saluran irigasi nampaknya mempunyai dampak yaitu berdasarkan terhadap luas areal daerah irigasi, metoda pemberian air secara rutinitas atau kontinyu dan luasan dalm unit rotasi.
Apabila air diberikan secara kontinyu dengan debit kurang lebih konstan maka tidak akan terjadi masalah pengorganisasian. Kehilangan air tehrjadi akibat adanya rembesan dan evaporasi.
Efesiensi distribusi irigasi juga di pengaruhi oleh :
1. kehilangan rembesan
2. ukuran grup inlet yang menerima air irigasi lewat csatu intlet pada sistem petak tersier.
3. lama pemberian air dalam grup intlet.
Adapun efesiensi irigasi bisa di katakan ditunjukkan oleh nilai koefisien PIA, PIR dan PAR. PIA menunjukkan nisbah antara pasok irigasi dengan luas lahan terairi, dalam hal ini semakin kecil nilai PIA maka efisiensi manajemen akan semakin besar. Sementara itu PIR atau disebut juga Relative Irrigation Supply (RIS) menunjukkan nisbah antara pasok irigasi total dengan kebutuhan air tanaman, dan PAR atau Relative Water Supply (RWS) merupakan nisbah total pasok air (irigasi ditambah curah hujan efektif) terhadap kebutuhan air tanaman.
PIR dan PAR biasa juga dipakai untuk mengukur kemampuan masyarakat mengelola sumberdaya air dalam kegiatan suatu sistem irigasi. Selisih antara PAR dan PIR merupakan curah hujan yang dapat digunakan tanaman. Apabila curah hujan tinggi dan nilai PIR juga tinggi maka fenomena ini menunjukkan bahwa petani belum mampu untuk mengelola sumberdaya secara sepadan. Semakin kecil nilai PIR dan PAR menunjukkan bahwa efisiensi manajemen irigasi semakin bagus.
Dari hasil analisis data lapangan diketahui nilai efisiensi pengelolaan jaringan irigasi di DI Pengasih dari tahun 2002 ke tahun 2003 mengalami penurunan. Data pada Tabel 2 menunjukkan, nilai PIA, PIR dan PAR pada tahun 2003 relatif lebih besar dari tahun sebelumnya, yang berarti terjadi penurunan kadar efisiensi dalam pengelolaan jaringan irigasi.
2. Efektifitas Irigasi
Efektifitas pengelolaan jaringan irigasi ditunjukkan oleh nisbah antara luas areal terairi terhadap luas rancangan. Dalam hal ini semakin tinggi nisbah tersebut semakin efektif pengelolaan jaringan irigasi. Dengan pemahaman seperti itu, di lapangan diidentifikasi rasio atau nisbah luas areal terairi terhadap rancangan luas areal mencapai 91% (0,91). Artinya dari seluruh target areal yang akan diairi hanya ada sekitar 9% saja yang tidak terairi. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya (89%), efektifitas pengelolaan air ini mengalami peningkatan sekitar 2%.
Terjadinya peningkatan indeks luas areal (IA) di DI Pengasih diduga selain karena adanya penambahan luas sawah baru, juga dapat diartikan bahwa irigasi yang dikelola secara efektif mampu mengairi areal sawah sesuai dengan yang diharapkan.
0 komentar:
Posting Komentar